Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu
yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini
dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya
hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa
penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa
kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun
catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat
verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
== Sejarah ==
Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro
dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan,
bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang
dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain
menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan
Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping
merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan
berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis,
dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan
layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan
atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti
atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri,
berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini
merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di
lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang
dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Kuda Lumping Turonggo Mudo berasal dari Desa Doplang kecamatan Bawen Kab Semarang.
Desa Doplang, diyakini oleh masyarakat bahwa sudah ada sejak jaman dulu
kala, dengan bukti telah di ketemukannya Yoni di Dusun Jurangsari (di
makam Gayam) yang ditemukan pada tahun 1980 an dan yang menemukan adalah
Keturunan dari Keluarga DIPOYONO yang berdomisili di Lopait Tuntang,
Sedangkan Yoni di dusun Gentan yang memiliki Bentuk dan ukuran yang
lebih kecil pada tahun 2004, kemudian ditemukannya lagi Reco di Dusun
Candi yang disebut Reco Celeng karena Reco tersebut berbentuk seperti
binatang Babi Hutan (CELENG) dan Relief di Dusun Klotok. Semua bukti
tersebut menandakan bahwa di Desa Doplang sudah ada perkembangan Budaya
yang termasuk Budaya Agama Hindu.
Seiring dengan berkembangnya Mataram Islam, Agama Islam mulai banyak di anut oleh warga termasuk di Desa Doplang. Salah satu tokoh yang berjasa menyebarkan Agama Islam di Desa Doplang adalah DIPOYONO yang merupakan saudara tiri dari Pangeran Diponegoro. Dipoyono saat menimba ilmu Agama, merupakan teman seperguruan dengan Kyai Langgeng yang sekarang dimakamkan di Taman Wisata Kyai langgeng Kota Magelang. Sementara Dipoyono sendiri, Pusaranya diyakini berada di Pemakaman Gayamsari Desa Doplang berdampingan dengan ditemukanya Yoni di Makam tersebut.
Semenjak saat itu, perkembangan Agama Islam di Desa Doplang semakin pesat, dengan bukti didirikannya sebuah Surau / Mushola di beberapa. Dan juga berdirinya sebuah Masjid di Dusun Krajan Dusun yang diperkirakan dibangun pada tahun 1921 yang diprakarsai oleh Bp. Kyai Soleman dari Demak. Walaupun Agama Islam berkembang, namun budaya Hindu masih kental mewarnai aspek kehidupan masyaerakat Desa Doplang. Hal ini terbukti dengan masih adanya Sesaji yang ditemukan di tempat-tempat tertentu sampai sekarang.
Seiring dengan berkembangnya Mataram Islam, Agama Islam mulai banyak di anut oleh warga termasuk di Desa Doplang. Salah satu tokoh yang berjasa menyebarkan Agama Islam di Desa Doplang adalah DIPOYONO yang merupakan saudara tiri dari Pangeran Diponegoro. Dipoyono saat menimba ilmu Agama, merupakan teman seperguruan dengan Kyai Langgeng yang sekarang dimakamkan di Taman Wisata Kyai langgeng Kota Magelang. Sementara Dipoyono sendiri, Pusaranya diyakini berada di Pemakaman Gayamsari Desa Doplang berdampingan dengan ditemukanya Yoni di Makam tersebut.
Semenjak saat itu, perkembangan Agama Islam di Desa Doplang semakin pesat, dengan bukti didirikannya sebuah Surau / Mushola di beberapa. Dan juga berdirinya sebuah Masjid di Dusun Krajan Dusun yang diperkirakan dibangun pada tahun 1921 yang diprakarsai oleh Bp. Kyai Soleman dari Demak. Walaupun Agama Islam berkembang, namun budaya Hindu masih kental mewarnai aspek kehidupan masyaerakat Desa Doplang. Hal ini terbukti dengan masih adanya Sesaji yang ditemukan di tempat-tempat tertentu sampai sekarang.
‘Bala’ diartikan sebagai hal yang negative, bisa diartikan sebagai penyakit, atau sesuatu yang ditimbulkan karena pengaruh-pengaruh yang berasal dari mahluk halus.
.
Seperti ‘Jaranan’ dan ‘Kuda Lumping’ Di beberapa daerah kesenian jaran kepang digunakan sebagai pengiring sesaji dalam tradisi upacara seperti ‘metri bumi’ atau penghormatan pada leluhur cikal bakal berdirinya suatu wilayah atau ‘bedah krawang‘.
Kita sebagai generasi muda harus mencintai dan melestarikan budaya bangsa Indonesia.
Salam arek Ungaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar